Few chief executives have faced the challenge of leading a company through an inflationary spike like today’s. Lessons from strong leaders and bold action can help CEOs make the decisions that only they can make.
Dunia mengawali 2022 dengan penuh optimisme karena penanganan pandemi Covid-19 mulai menemukan pola yang optimal, meskipun sempat terkendala oleh penyebaran varian Omicron. Kondisi ekonomi diyakini pulih dengan baik karena perdagangan global semakin aktif, arus investasi terus mengalir, dan aktivitas masyarakat global jauh lebih terbuka dibandingkan dengan 2021 silam.
Tidak berselang lama rintangan menghadang, tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina berujung pada meletusnya perang, gempuran ke kota Kyiv meningkatkan ketegangan di kawasan Eropa Timur, baik dari sisi keamanan maupun ekonomi, karena Ukraina merupakan jalur lalu lintas energi dan logistik dari Rusia menuju Eropa. Perang berjalan berkepanjangan dan menimbulkan dampak ekonomi, bukan hanya bagi Eropa, tetapi bagi seluruh dunia.
Baru berjalan beberapa bulan, berbagai proyeksi ekonomi 2022 tampak pudar karena perang terjadi di luar perkiraan. Pertumbuhan ekonomi global yang awalnya diyakini akan cukup cemerlang pada 2022, perlahan-lahan direvisi turun. Banyak negara dengan perekonomian yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19, harus menelan pil pahit dari dampak perang itu. Gejolak pada 2022 berisiko merembet ke 2023, proyeksi resesi dan stagflasi membayangi kondisi perekonomian global.
Sejumlah lembaga internasional menggambarkan kondisi dunia tahun 2023 ibarat diselimuti awan gelap, sehingga patut diwaspadai dan disusun persiapan yang solid. Namun, terdapat berbagai titik terang untuk menghadapi ‘awan gelap’ itu, sehingga perekonomian Indonesia maupun bisnis di berbagai sektor tetap tumbuh dan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat.
Dunia usaha dapat mengoptimalkan berbagai peluang ekonomi yang ada pada tahun depan, dengan tetap menjaga fleksibilitas dalam menghadapi berbagai dinamika yang mungkin terjadi. Sektor perdagangan, manufaktur, hingga pariwisata, memiliki peluang besar untuk tetap tumbuh di tengah berbagai tantangan. Di tengah berbagai ketidakpastian, selalu ada hal yang pasti, yakni peluang.
Many companies are still building their generative AI solutions because the off-the-shelf ones are either not ready or not specific enough, though that will likely change.
Most companies are laying the groundwork: By the beginning of 2024, 87% of companies surveyed by Bain said that they were already developing, piloting, or have deployed generative AI in some capacity, with most of these early deployments in software code development, customer service, marketing and sales, and product differentiation (see Figure 1). To better understand how companies are working with generative AI and how they are scaling up pilot programs to generate value across the enterprise, Bain is conducting quarterly surveys to assess readiness. Our latest survey finds that companies are investing heavily in generative AI: on average, about $5 million annually, with an average of 100 employees dedicating at least some of their time to generative AI. Among large companies, about 20% are investing up to $50 million per year. These investments reflect their priorities: More than 60% of companies surveyed see generative AI as a top three priority over the next two years, but only about 35% have a clearly defined vision for how they will create business value from generative AI.
office
Lina Building, 2nd Floor Unit 211JL. Rasuna Said Kav. B7
South Jakarta 12910 - Indonesia
Workshop
At Braga Tech OfficeJl. Cilaki No.23, Bandung Wetan
Bandung City 40114 - Indonesia