Komunikasi Krisis dan Perannya dalam Organisasi
Komunikasi krisis telah menjadi elemen vital dalam menghadapi berbagai tantangan, mulai dari bencana alam hingga skandal korporasi. Sebagai bagian dari hubungan masyarakat, pendekatan ini terus berkembang dengan dukungan teori dan pengalaman nyata dari berbagai kasus di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dari skandal Tylenol hingga strategi Kemenparekraf menghadapi pandemi, setiap contoh menawarkan pelajaran berharga tentang pentingnya transparansi, respons cepat, dan empati dalam membangun kepercayaan publik.
Komunikasi krisis mulai dikenal sebagai disiplin khusus pada paruh kedua abad ke-20. Awalnya, pendekatan ini dikembangkan untuk mengatasi tantangan hubungan masyarakat yang muncul akibat konflik, bencana alam, atau skandal korporasi. Perkembangan besar terjadi pada era 1980-an, di mana krisis seperti skandal Tylenol (1982) menjadi salah satu contoh kasus pertama yang menunjukkan pentingnya manajemen komunikasi dalam situasi darurat.
Sebagai bagian dari hubungan masyarakat, komunikasi krisis berkembang dengan dukungan teori-teori komunikasi seperti Situational Crisis Communication Theory (SCCT) yang dikembangkan oleh Coombs (2007). SCCT memberikan kerangka kerja untuk menentukan strategi komunikasi berdasarkan jenis krisis yang dihadapi.
Salah satu tokoh kunci dalam pengembangan komunikasi krisis adalah Timothy Coombs, seorang akademisi yang dikenal melalui teorinya, SCCT. Coombs memberikan panduan sistematis tentang bagaimana organisasi harus merespons krisis berdasarkan persepsi publik terhadap tanggung jawab organisasi dalam situasi tersebut.
Tokoh lain yang memiliki kontribusi signifikan adalah Edward Bernays, yang sering disebut sebagai “Bapak Hubungan Masyarakat.” Meski fokus utamanya pada PR secara umum, ide-idenya tentang pengelolaan persepsi publik memiliki pengaruh besar pada komunikasi krisis.
Best Practice Komunikasi Krisis di Dunia
- Kasus Tylenol (1982, Amerika Serikat)
Johnson & Johnson menghadapi krisis besar ketika produk Tylenol mereka terkontaminasi sianida, menyebabkan kematian beberapa konsumen. Perusahaan langsung menarik semua produk dari pasar, mengutamakan keselamatan publik, dan secara terbuka memberikan informasi kepada media. Langkah ini menjadi studi kasus klasik tentang bagaimana transparansi dan tindakan cepat dapat memulihkan reputasi. - Kasus BP Oil Spill (2010, Amerika Serikat)
British Petroleum (BP) menghadapi kritik keras atas lambatnya respons dalam tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Meski awalnya kurang tanggap, BP kemudian menunjukkan pentingnya meminta maaf secara publik, menyediakan informasi transparan, dan mengalokasikan dana besar untuk pemulihan lingkungan.
Best Practice Komunikasi Krisis di Indonesia
- Kasus Lion Air JT610 (2018)
Setelah jatuhnya pesawat Lion Air JT610, perusahaan menghadapi tantangan besar dalam menyampaikan informasi kepada publik dan keluarga korban. Langkah penting seperti konferensi pers rutin, kerja sama dengan otoritas terkait, dan pembentukan pusat informasi menunjukkan pentingnya komunikasi proaktif meski belum sempurna. - Kasus Grab dalam Penanganan COVID-19 (2020)
Grab menerapkan komunikasi krisis yang efektif selama pandemi COVID-19 dengan memberikan informasi berkala kepada mitra pengemudi dan konsumen melalui aplikasi, media sosial, dan siaran pers. Transparansi tentang protokol kesehatan dan pemberian dukungan kepada mitra menjadi contoh pengelolaan krisis yang berhasil. - Kemenparekraf RI dalam Menghadapi Polemik Pandemi COVID-19 (2020-2022)
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menerapkan strategi komunikasi krisis untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Langkah-langkah tersebut meliputi penyampaian informasi transparan terkait kebijakan pemerintah, kampanye protokol CHSE melalui InDOnesia CARE, serta pemanfaatan media digital untuk promosi wisata virtual dan kampanye #DiIndonesiaAja. Kemenparekraf juga bekerja sama dengan berbagai stakeholders untuk memastikan pesan yang konsisten dan mendukung pelaku pariwisata melalui bantuan sosial, pelatihan ulang, dan sertifikasi CHSE.
Selain itu, Kemenparekraf membentuk task force bernama Crisis Detection Analysis untuk menangani hoaks dan isu negatif , serta menyusun narasi positif untuk menjaga optimisme, seperti rencana pembukaan kembali destinasi prioritas. Pendekatan ini berhasil menjaga sektor pariwisata tetap relevan selama pandemi dan membangun fondasi untuk pemulihan pasca-pandemi.
Komunikasi krisis bukan hanya tentang mengelola situasi darurat, tetapi juga membangun kepercayaan jangka panjang. Dengan belajar dari sejarah, memahami teori, dan mengadaptasi praktik terbaik, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
Referensi:
-
Coombs, W. T. (2007). Ongoing Crisis Communication: Planning, Managing, and Responding. Sage Publications.
-
Fink, S. (1986). Crisis Management: Planning for the Inevitable. American Management Association.
-
Liputan6.com. (2018). Lion Air Fokus Penanganan Korban dan Komunikasi dengan Keluarga.
-
Tempo.co. (2020). Langkah Grab Tanggapi Pandemi COVID-19.
-



office
Lina Building, 2nd Floor Unit 211JL. Rasuna Said Kav. B7
South Jakarta 12910 - Indonesia
Workshop
At Braga Tech OfficeJl. Cilaki No.23, Bandung Wetan
Bandung City 40114 - Indonesia